Press "Enter" to skip to content

Siapa yang Dikenai, Apa yang Dikenakan

Last updated on January 20, 2019

Kemarin, saat menginap di sebuah hotel, saya menjumpai sebuah kalimat peringatan tertempel di dinding. Bunyinya sangat lazim dan standar saja, yaitu “Mohon maaf, jika Anda merokok di dalam bangunan hotel, akan dikenakan denda Rp 500.000.”

Kalimat peringatan tersebut sederhana sekali, bukan? Lazim dan standar-standar saja, kita dapat menemukan yang sejenis dengannya di mana-mana. Meskipun demikian, jika kita kuliti, akan ketemulah beberapa persoalan.

Pertama, tentang kata dikenakan. Perkara imbuhan me-kan dan di-kan ini memang sering mengganggu. Kasusnya pun terjadi tidak cuma pada papan peringatan. Dalam BahasaKita.Com, kita pernah membicarakan salah satu kasusnya, yakni pada kata memberikan.

Pada waktu itu, saya berikan contoh ketika seorang khotib Jumat berdoa, “Mari kita ucapkan puji dan syukur kepada Allah yang telah memberikan kita anugerah keimanan dan kesehatan.” Nah, cara mencernanya mudah saja. Kita tidak perlu harus menghafal secara teoretis semua fungsi imbuhan me-kan (posisi subjek aktif) ataupun di-kan (posisi subjek pasif). Cukuplah bila kita menalarnya dengan pertanyaan-pertanyaan: Siapa yang diberi? Apa yang diberikan?

Kita tidak bertanya tentang “siapa yang diberikan” dan “apa yang diberi”, melainkan “siapa yang diberi” dan “apa yang diberikan”. Pada jenis-jenis contoh seperti inilah kita dapat melatih rasa peka akan logika berbahasa. Dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana demikian, akan tampak mana yang membutuhkan akhiran –kan dan mana yang tidak.

Nah, kembali lagi ke kata dikenakan. Dengan kalimat “Jika Anda merokok di dalam bangunan hotel, akan dikenakan denda Rp 500.000.”, siapa yang dikenai? Apa yang dikenakan?

Coba kali ini cukup dengan merasakan saja kalimatnya. Dengan cara begitu, rasanya akan terasalah bahwa yang dikenakan adalah “denda Rp 500.000”, dan yang dikenai adalah siapa pun yang merokok di dalam bangunan hotel.

Oleh karena itu, kita tidak mengatakan “Anda dikenakan denda”, tapi “Anda dikenai denda”. Jika subjeknya dibalik, maka kita tidak mengatakan “denda dikenai Anda”, melainkan “denda dikenakakan (kepada) Anda”. Maka, pada kalimat awal tadi, kata dikenakan semestinya menjadi dikenai.

Sudahkah terasa bedanya? Coba resapi sekali lagi, dan lambat laun Anda akan memahami perbedaan antara akhiran –i dan akhiran –kan.

Masalah yang kedua terletak pada kata jika. Dengan susunan kalimat seperti yang tertera pada papan peringatan tersebut, sebenarnya kita tidak menemukan subjek apa pun. Mari kita lihat kembali.

“Mohon maaf, jika Anda merokok di dalam bangunan hotel, akan dikenakan denda Rp 500.000.”

Yang akan dikenai (bukan dikenakan) dalam kalimat tersebut bukanlah “Anda yang merokok di dalam bangunan hotel”, melainkan “Jika Anda merokok di dalam bangunan hotel”. Sementara, dengan keberadaan kata jika, subjek tidak terbentuk. Yang muncul justru sekadar klausa keterangan syarat.

Nah, untuk membentuk subjek yang jelas, coba hilangkan kata jika, lalu bacalah kembali dan rasakan bedanya.

(IAD)

 

Content Disclaimer
The content of this article solely reflect the personal opinions of the author or contributor and doesn’t necessarily represent the official position of Bahasa Kita.

error: Content is protected !!