Press "Enter" to skip to content

Gaul = Ghoul = Setan?

Last updated on August 7, 2020

Beberapa waktu lalu muncul peristiwa lucu. Ustaz Hanan Attaki, seorang dai muda, dirundung beramai-ramai. Salah satu sebabnya adalah karena beliau memakai kata ‘gaul’ dalam ceramah-ceramahnya. Misalnya dengan sering mengucapkan istilah “anak gaul”, juga mengatakan bahwa Bunda Aisyah r.a. istri Nabi Muhammad saw. Adalah “cewek gaul”.

Dengan istilah gaul tersebut, beberapa dai lain yang ahli bahasa Arab menyerang Ustaz Hanan. Salah satunya mengucapkan kalimat kira-kira seperti ini:

Gaul itu berasal dari bahasa Arab, ghoul, yang artinya setan! Jadi, ‘anak gaul’ itu anak setan. ‘Emak-emak gaul’ berarti emak-emak setan. Belakangan ada ‘ustaz gaul’ atau ustaz setan yang bilang bahwa Bunda Aisyah Radliallahuanhu sebagai cewek gaul. Nauzubillah.”

Banyak orang bertepuk tangan dan percaya begitu saja dengan “teori” di atas. Maka, saya ingin berbagi sudut pandang kebahasaan secara umum.

Begini. Bahasa bersifat arbitrer, semau-maunya. Tiap kali penutur bahasa hendak menunjuk sesuatu, mereka menciptakan kata dan istilah yang disepakati bersama. Kata dan istilah yang dikreasi itu tidak harus mengacu kepada apa pun dalam sifat objektif. Maksudnya, sebuah bunyi kata tidak mesti secara langsung terkait dengan karakter benda yang ditunjuk.

Ambil contoh, saya mengetikkan huruf-huruf di sini dengan jari. Kata jari ini dulu kala diciptakan semau-maunya. Andai sejak setengah abad silam (atau jauh lebih lama lagi) anggota badan kita yang terdiri atas ruas-ruas tulang kecil di ujung lengan ini disebut dengan dengkul, maka bisa jadi sampai sekarang Pak Lurah akan berkata, “Celupkan dengkul Anda ke tinta seusai nyoblos di Pilkada.”

Akan tetapi, karena telanjur biasa kita ucapkan dengan kata dan bunyi ‘ja-ri’, dan masyarakat penutur bahasa Indonesia pun sama-sama paham bahwa yang disebut dengan jari adalah bagian tubuh kita “yang itu”, maka tercapailah apa yang disebut dengan konvensi.

Nah, perhatikan, konvensi tersebut dicapai oleh sebuah masyarakat penutur suatu bahasa, yaitu bahasa Indonesia (bahkan saya yakin sejak bahasa Melayu pra-Indonesia, kata jari sudah disepakati bersama). Dengan penekanan “konvensi oleh sebuah masyarakat penutur suatu bahasa”, artinya kesepakatan tersebut hanya berlaku di satu lingkup tersebut. Dalam konvensi di masyarakat penutur bahasa selain Indonesia atau Melayu, bisa jadi kata jari punya makna yang lain.

Setelah saya mengambil jari sebagai contoh kata, dengan iseng saya membuka Google dengan kata kunci “jari means”. Nah, ternyata, kata jari dalam bahasa-bahasa lain mengandung arti berbeda. Dalam bahasa Finlandia, kata tersebut lazim sebagai nama orang yang bermakna ‘Tuhan membesarkan; Tuhan membebaskan’. Dalam bahasa Norwegia kuno, kata jari berarti ‘pertengkaran’. Dalam bahasa Arab, ada salah satu makna kata jari yaitu ‘kuat’.

Dari situ langsung tampak jelas, bahwa bahasa merupakan kesepakatan, tapi yang disebut kesepakatan memiliki ruang lingkupnya masing-masing. Ia tidak berlaku universal. Mirip dengan kesepakatan-kesepakatan dalam rapat RT, lah. Di RT saya, RT 36, disepakati bahwa hari Minggu besok akan dilaksanakan kerja bakti  membersihkan kuburan. Nah, kesepakatan itu hanya mengikat warga RT 36 saja, sebab warga RT 34 dan 35 juga punya kesepakatan mereka masing-masing.

Demikian pula kesepakatan dalam bahasa. Dalam bahasa Indonesia, disepakati bahwa kata gaul bermakna ‘campur; luas dan luwes dalam pertemanan’. Maka, jika Ustaz Hanan Attaki mengucapkan kata gaul dalam bahasa Indonesia, kita pun harus memahaminya dalam kesepakatan makna bahasa Indonesia, bukan bahasa Arab atau bahasa mana pun yang lain.

(IAD)

Tentang penulis: Iqbal Aji Daryono adalah bapak dua anak, tinggal di Bantul, Yogyakarta. Ia mengawali kedekatannya dengan dunia teks sejak masa kuliah, yakni ketika menjadi redaktur bahasa di pers mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Selepas kuliah, empat tahun dijalaninya sebagai penyunting di sebuah penerbit buku-buku pelajaran untuk anak sekolah, lalu empat tahun setelahnya lagi ia menjalankan bisnis penerbitannya sendiri. Saat ini, aktivitas utamanya adalah menulis kolom di media-media daring.

Content Disclaimer
The content of this article solely reflect the personal opinions of the author or contributor and doesn’t necessarily represent the official position of Bahasa Kita.

error: Content is protected !!