Press "Enter" to skip to content

Bolot

Last updated on April 18, 2022

Sepasang suami istri yang sudah tua, berkonsultasi ke dokter yang  juga sudah tua. Begitu mereka duduk, si dokter dengan muka acuh tak acuh bicara; “Hmm…saya pikir sebelum saya tahu apa penyakit Anda, saya harus melakukan Tes Darah, X-Ray, Periksa Urine, serta CT Scan….”
Si Bapak tua bingung dan berbicara ke istrinya; “Hah…!? si dokter ini bicara apa siih…!!!?
Dengan kesal si Istri menjawab; “Aah, dasar bolot..!, dia suruh kamu buka celana…!!!!”

Bolot, ‘nah kata apa lagi ini? ‘bolot’ asal muasalnya dari bahasa Betawi lama. Tetapi di masyarakat Jawa juga ada dikenal kata ‘bolot’. Dari manapun terciptanya kata ‘bolot’, yang penting kita tahu bahwa artinya adalah tuli, tuna rungu. Dalam bahasa Indonesia artinya seseorang yang terganggu indera pendengarannya. Bisa rusak karena sesuatu hal atau cacat sejak lahir. (Deaf, Deaf-Mute).

Kisah sepasang suami istri tua dan dokternya, adalah hanya sekedar contoh situasi ‘bolot’ yang cukup berat. Ternyata disini baik si suami maupun istrinya sama-sama menderita ‘bolot’. Bagaimana kalau kejadian ini benar-benar terjadi di lingkungan Anda sendiri? Pernahkah Anda mengalami situasi ‘bolot’ karena tidak bisa jelas mendengar dan memberikan reaksi jawaban yang salah? Kadang hal ini bisa menggelikan atau sebaliknya membuat diri kita jadi malu karena sudah dianggap ‘bolot’.

Waktu masih jadi pelajar, bila sedang ujian, saya dan teman-teman sering suka berbisik untuk saling bertanya atau mendengar jawaban teman tentang soal ujian yang tidak kami mengerti. Hal ini kami anggap masih lebih ‘sopan’ dari pada mencontek langsung dari buku. Tetapi kami tidak tahu bahwa berbisik dalam ruangan yang hening bisa terdengar hampir sejauh 6 meter (19,68 Ft..!!!). Ada yang lebih berbahaya lagi, bahwa Guru pengawas ujian pada umumnya TIDAK ‘bolot’. Mereka bisa tahu sumber suara bisikan datang dari arah mana. Jadi sebaiknya jangan pernah melakukan “Calling Me Softly” di ruang ujian. Anda pasti tertangkap. Apalagi kalau jenis suara Anda Bariton, akan lebih menggema seperti suara hantu, “wow… wow… wooow”.

Seorang teman saya orang Jawa tulen. Mencoba masuk Sekolah Katolik di Jakarta yang terkenal dengan tes masuk yang sulit. Pada saat ujian, dia dan temannya sesama orang Jawa saling “Calling Me Softly” dengan menggunakan bahasa Jawa. Mereka pikir aman, karena sang pengawas ujian adalah seorang Pastor (pastur/catholic priest) bangsa Belanda. Tetapi mereka tidak tahu, bahwa sang pastor juga lulusan Kepastoran (Pastoral) dari Jogja. Selain si Pastor tidak ‘bolot’, dia sangat mengerti apa yang dibicarakan oleh teman saya. Mereka langsung diusir oleh si Pastor, juga dengan menggunakan bahasa Jawa. Bad Luck.!

Di Indonesia dikenal seorang pelawak yang memiliki ciri khas dengan nama ‘bolot’. Dia begitu terkenal akan kelucuannya yang selalu berperan sebagai orang ‘bolot’. Dalam situs Wikipedia, si ‘bolot’ ini berperan sebagai orang bodoh dan hanya bisa mendengar (tidak ‘bolot’) bila berhubungan dengan wanita dan uang. Bisa dibayangkan bila grupnya sedang melawak akan sering dibuat kesal dengan tingkahnya si ‘bolot’ ini. Inilah yang membuatnya jadi tampak lucu, selain karena ‘bolot’ wajahnya juga menggemaskan. Tua, berkumis, sedikit nakal dan pandai berlaga.

Bila suatu saat Anda ngobrol dengan orang Indonesia dan sering menghadapi kondisi untuk bertanya ulang, mungkin karena tidak jelas cara pengucapan atau tidak mengerti artinya. Jangan cepat tersinggung kalau Anda seperti ‘diejek’ ‘bolot’. Tertawa saja, karena pasti mereka juga tahu bahwa Anda TIDAK ‘bolot’. Hanya karena Anda sering bertanya ulang atau menjawab dengan tidak tepat,maka keluarlah julukan ‘bolot’ untuk Anda. Kalau suasana pembicaraan semakin akrab, Anda pun bisa mengejek lawan bicara sebagai si ‘bolot’ kalau mereka mengalami kondisi tidak mengerti atau tidak jelas seperti yang Anda alami.

Kalau Anda berbicara dengan orang Indonesia yang lebih tua atau dihormati dan tampak dari gaya bicaranya bahwa dia memiliki tanda-tanda ‘bolot’. Sebaiknya berbicaralah pada telinga sebelah kanan. Karena menurut situs http://apakabardunia.com, para peneliti mengatakan jika Anda ingin seseorang berbuat sesuatu, mintalah lewat telinga kanan. Para peneliti Italia menemukan bahwa orang lebih bagus memproses informasi jika permintaan diajukan lewat kuping kanan dalam tiga kali uji coba terpisah.

Mereka meyakini hal itu disebabkan karena sisi kiri otak, yang memang lebih baik dalam memproses permintaan, menerima informasi dari telinga kanan. Penemuan ini dilaporkan dalam jurnal online Naturwissenschaffen. Tetapi kalau orang tersebut ternyata telinga kanannya memang mengalami gangguan pendengaran yang lebih buruk dari telinga kiri, sebaiknya berbicaralah dengan volume suara yang lebih keras.

Karena ke-populer-an si pelawak ‘bolot’, akhirnya istilah ‘bolot’, sekarang sudah biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di Indonesia. Baik untik situasi bercanda maupun serius. Umumnya digunakan untuk meledek seseorang yang sering tampak seperti orang tuli.

Bila sedang kencan dengan seseorang, Anda ingin membisikan kata-kata mesra, ingat sebaiknya lakukan pada telinga kanan. Apalagi kalau sambil berdansa diiringi musik yang cukup keras. Kalau reaksinya; “What… whaaaat..!!?” pada setiap pembicaraan, sebaiknya hubungan itu tidak perlu dilanjutkan sampai ke pernikahan. Saya kuatir sekitar umur 40-50 tahun Anda memerlukan Loud Speaker 1000 Watt hanya untuk mengatakan “I Still Love Youuuuuuuuuuu.‘bolot’…!!!!!!”.

error: Content is protected !!